Minggu, 28 Maret 2010

Megahnya Bangunan Tua di Pusat Kota

Melintas di pusat kota Jakarta, mata akan dimanjakan dengan megahnya bangunan-bangunan tua. Sesaat memandangan bangunan-bangunan tua tersebut terbersit perasaan yang menegangkan layaknya suasana hiruk pikuk perang pada zaman dahulu.

Tepat di Jalan Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat berdirilah bangunan kokoh nan megah yang dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal masyarakat dengan nama Museum Fatahillah. Sebelum menjadi sebuah museum, bangunan tua ini digunakan sebagai kantor balai kota Batavia atau Standius pada masa pemerintahan Belanda. Gedung balai kota ini didirikan oleh Gubernur Jendral Johan Van Hoek pada tanggal 23 Januari 1807. Baru pada tanggal 30 Maret 1974 bekas kantor balai kota ini diresmikan menjadi Museum Fatahillah oleh Bapak Ali Sadikin, Gubernur Jakarta. Museum Fatahillah di kelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang terkenal pada zaman Belanda, sehingga pengunjung dapat merasa suasana Jakarta tempo dulu.

Museum Fatahilah

Selain gedung utama yang digunakan sebagai museum, pada kompleks Museum Fatahillah ini juga terdapat taman air mancur dan ruang bawah tanah penjara laki-laki. Taman air mancur terdapat di halaman depan Museum Fatahillah, didirikan oleh Gubernur Jendral Baron Van Houve. Taman air mancur ini tidak seperti taman pada umumnya yang biasanya dikelilingi oleh taman bunga dan rindangnya pepohonan. Taman air mancur ini berada ditengah-tengah tanah lapang yang pada zaman Belanda berfungsi sebagai lapangan alun-alun tempat masyarakat berkumpul untuk menyaksikan terpinada hukuman gantung atau pancung. Air mancur yang memiliki bentuk kubah inilah yang membuat taman ini terlihat unik dan lain dari taman-taman yang lain. Air mancur pada taman ini amatlah berjasa karena dahulu menjadi satu-satunya sumber air di kawasan Batavia.

Ruang bawah tanah penjara laki-laki terdapat tepat dibawah Museum Fatahillah. Ruang yang lebih dikenal dengan penjara bawah tanah ini memiliki panjang sebesar 6 meter, lebar sebesar 3 meter, dan tinggi 160cm. Selain itu ruang ini bentuk setengah lingkaran. Hal tersebut disebabkan selain sebagai penjara bawah tanah juga difungsikan sebagai penyangga gedung. Penjara bawah tanah ini digunakan untuk menampung tahanan khusunya laki-laki sebanyak 60 hingga 70 orang. Hampir kurang lebih 80% tahanan meninggal di dalam penjara karena sesaknya tahanan dalam tiap ruang selnya. Walaupun sebenarnya semua tahanan yang dipenjara berorientasi kan hukuman mati, yakni gantung, pancung, dan siksa dalam air.

Lebih dari 500 koleksi dipamerkan di museum ini. Mulai dari koleksi periode Batavia, kisah pendiri Batavia, yakni Jan Pieterszoon Coen, meriam si Jagur yang terkenal, hingga tempat ditahanya Pangeran Diponegoro. Museum Fatahillah memiliki dua lantai. Pada lantai pertama terdapat benda-benda zaman prasejarah, seperti kapak berimbas, perhiasan-perhiasan zaman batu, hingga peradaban manusia purba. Selain itu juga terdapat 7 prasasti yang terkenal. Benda-benda yang dipamerkan ialah benda-benda asli, tetapi untuk prasasti yang dipamerkan bukanlah prasasti yang asli melainkan hanya replikanya saja. Pada Zaman Belanda lantai bawah ini digunakan sebagai ruangan untuk presiden direktur.
Pada lantai kedua terdapat benda-benda berat peninggalan Belanda, seperti meja, tempat tidur, lemari, kaca besar, hingga sebilah pedang yang biasa digunakan untuk hukuman mati. Pada masa pemerintahan Belanda lantai ini digunakan sebagai Dewan Pengadilan

Pada abad ke-19 warga Belanda di Indonesia resah karena pemerintahan Belanda sudah tidak mungkin lagi menduduki Indonesia dan harus segera kembali ke Negara asalnya. Semua barang-barang berat yang dimiliki orang-orang Belanda tidak mungkin ikut dibawa kembali sebab akan membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu dibentuklah GEOWEKRI yakni sebuah yayasan yang beranggotakan orang kaya Belanda untuk mengumpulkan benda-benda tersebut. Dulu barang-barang tersebut disimpan di sebuah gedung yang kini lebih dikenal sebagai Museum Wayang. Lembaga Kebudayaan Indonesialah yang menyarankan untuk membuat sebuah museum untuk memamerkan barang-barang tersebut . Hingga akhirnya barang-barang tersebut diletakan di Museum Jakarta Lama yang kini berganti menjadi Museum Sejarah Jakarta atau MuseumFatahillah.

Tidak ada yang berubah dari bangunan tua ini. Sejak bangunan ini berdiri sebagai kantor balai kota Batavia atau Standius hingga kini yang telah menjadi Museum Fatahillah. Museum Fatahillah ini sendiri turut serta dalam Visit Indonesia 2008. Sehingga dari tahu ke tahun ke tahun banyak orang yang berkunjung ke Museum Fatahillah mulai dari turis lokal hingga turis asing. Pada tahun 2008 ini tercatat sebanyak 120.000 pengunjung datang berkunjung ke Museum Fatahillah.

Kalau saja semua orang turut serta dalam melestarikan peninggalan bersejarah bangsa Indonesia yang berharga serta bangga akan setiap seni dan budaya yang ada , maka Indonesia akan semakin dikenal oleh bangsa lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar